BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Nusa Tenggara Barat telah ditetapkan dalam Master Plan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK).. Sebagai tindaklanjut program tersebut akan dikembangkan Pembangunan
Infrastruktur Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok (KPML) secara terpadu. Pembangunan
Infrastruktur KPML dikembangkan dan dikelola oleh Indonesia Tourism Development
Coorporation (ITDC), melalui PP No.50 tahun 2008 dan Keputusan Menteri Keuangan
No. 273/KMK.06/2008. Luas Lahan yang akan dikembangkan adalah 1.250 hektar
terletak di Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah Propinsi Nusa Tenggara
Barat.
Kawasan pariwisata Mandalika berjarak 16 KM atau 30 menit melalui jalan
propinsi dari Bandara International Lombok (BIL).
Pembangunan Infrastruktur jalan dalam Kawasan Pariwisata Mandalika
Lombok (KPML) yang terintegrasi dan memenuhi standart geometrik menghubungkan
antar zonasi kawasan, sangat diperlukan dalam mendukung pembangunan
infrastruktur selanjutnya antara lain hotel, vila, residensial, lapangan golf, mice
(meeting, incentive, convention and exhibition), showbiz facility, rumah sakit,
sekolah pariwisata, dan infrastruktur lainnya.
Kondisi topografi dalam kawasan yang bervaiasi, memerlukan perencanaan detail
masterplan yang ditunjang dengan perencanaan jaringan infrastruktur jalan yang
matang sesuai dengan standart (Bina Marga) atau American association of State
Highway and Transportation Officials (AASHTO).
Untuk terealisasi pembangunan infrastruktur jalan yang memenuhi standart kenyamanan, keselamatan dan ekonomis (efisien) diperlukan Analisis Risiko terhadap Standart Geometrik dalam perencanaan dan pembangunan fisik jalan, sehingga dapat
ditentukan route/trase yang tepat yang memberikan keseragaman keamanan,
kenyamanan, bagi pengguna jalan sesuai dengan fungsi jalan dalam KPML.
I.2 Maksud dan Tujuan
Maksud penyusunan makalah ini adalah menganalisis risiko berdasarkan
probabilitas dan dampak (impact) serta penentuan variabel-variabel bentuk perencanaan
geometrik jalan. Mengaplikasikan risk managemen untuk mengidentifikasi,
menganalisa dan memberikan suatu kesimpulan/keputusan dalam menentukan bentuk perencanaan
geometrik dalam pembangunan infrastruktur jalan sesuai dengan fungsinya dalam KPML.
Tujuan penyusunan makalah adalah
- Memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Risiko dan Analisis Keamanan Struktur.
- Mendapatkan perencanaan geometrik jalan dengan risiko yang kecil baik keselamatan pengguna jalan atau faktor ekonomis terhadap desain geometrik jalan yang akan dipergunakan dalam KPML.
- Merencanakan/rekayasa route/trase jalan sesuai dengan pemanfaatan lahan berdasarkan topografi KPML
- Menjamin keamanan, kenyamanan, efisiensi dan efektivitas pergerakan laulintas dalam KPML
I.3 Batasan Masalah
Mengevaluasi dan menganalisa
risiko penggunaan Standart Geometrik Jalan pada Pembangunan Infrastruktur
Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok
(KPML) berlokasi di Kec. Pujut Kab. Lombok Tengah.
1.
Pemilihan
bentuk Geometrik Jalan yang tepat sesuai standart Bina Marga atau AASHTO dengan
karakteristik sistim jaringan jalan yang akan dipergunakan, untuk meminimalisir
terjadinya risiko kecelakaan pengguna jalan dalam KPML
2.
Analisis
Risiko dalam perencanaan geometrik jalan berdasarkan probabilitas dan dampak
(impact/severity) yang dilaksanakan.
BAB
II
KAJIAN TEORI
II.1 Risiko
Manajemen resiko adalah
suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang
berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk:
penilaian resiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi resiko
dengan menggunakan pemberdayaan/ pengelolaan sumber daya. Strategi yang dapat
diambil antara lain adalah memindahkan resiko kepada pihak lain, menghindari
resiko, mengurangi efek negatif resiko, dan menampung sebagian atau semua
konsekuensi resiko tertentu. Manajemen resiko tradisional terfokus pada
resiko- resiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam
atau kebakaran, kematian, dan tuntutan hukum) sumber Wikipedia.
Risiko merupakan kombinasi dari probabilitas
suatu kejadian dan konsekuensi dari kejadian tersebut, dengan tidak menutup
kemungkinan bahwa ada lebih dari satu konsekuensi untuk satu kejadian dan
konsekuensi.
Perencanaan manajemen risiko meliputi bagaimana
mendekati dan merencanakan aktivitas manajemen risiko dalam kegiatan proyek.
Dengan melihat lingkup proyek, rencana manajemen proyek dan faktor lingkungan
perusahaan, tim proyek dapat berdiskusi dan menganalisis aktivitas manajemen
risiko.
Proses Manajemen risiko meliputi :
- Perencanaan manajemen risiko
- Identifikasi risiko
- Analisis risiko kualitatif
- Analisi risiko kuantitatif
- Rencana respon risiko
- Pengendalian dan monitoring risiko
Analisis kebijakan risiko dalam perencanaan
geometrik perlu dicari rangkingnya terkait penggunaan tipe alinemen horizontal
dan vertikal serta kelandaian. Kelompok risiko selanjutnya akan dikelompokan
menjadi empat yaitu : Hight (H), Significant (S), Medium (M) dan Low (L).
Penetapan rangking risiko (risk level)
ditentukan oleh dua kriteria yaitu
- Frekwensi Kejadian (probalility), dibagi menjadi lima kondisi yaitu :
a. Hampir pasti terjadi
b. Sangat mungkin terjadi
c. Cukup mungkin terjadi
d. Kemungkinan kecil terjadi
e. Jarang terjadi
- Dampak dari kejadian (impact/severity)
a. Fatal
b. Besar
c. Sedang
d. Kecil
e. Tidak penting
II.2 Keriteria Perencanaan
Untuk melakukan suatu perencanaan teknik jalan
diperlukan beberapa kriteria sebagai pertimbangan untuk mengoptimalkan hasil
perencanaan. Dampak lingkungan dan tata guna lahan disepanjang jalan juga
merupakan pertimbangan dalam perencanaan, maka diperlukan suatu perencanaan
geometrik jalan yang disesuaikan dengan kondisi tersebut. Hal ini untuk mengantisipasi
masalah yang timbul dengan adanya jalan yang akan dibangun, baik teknis maupun
non teknis.
II.2.1 Klasifikasi Jalan
Klasifikasi jalan di Indonesia menurut Bina Marga
dalam Tata Cara Perencanaan Geometrik Antar Kota (TPGJAK) No : 038/T/BM/1997
meliputi fungsi jalan arteri, kolektor dan lokal. Sedangkan kelas jalan terbagi
kelas I, II, IIIA (masuk fungsi Arteri), kelas IIIA dan IIIB (fungsi kolektor),
kelas IIIC (fungsi lokal). Muatan/beban sumbu terberat pada jalan arteri adalah
≥ 10 Ton, kolektor 8 ton, dan lokal tidak ditentukan. Kemiringan/superelevasi ˂
3 % daerah datar, 3.25 % daerah perbukitan dan > 25 % daerah pegunungan.
Fungsi Jalan
|
Arteri
|
Kolektor
|
Lokal
|
|||||||
Kelas Jalan
|
I
|
II
|
IIIA
|
IIIB
|
IIIC
|
|||||
Muatan Sumbu Terberat (Ton)
|
> 10
|
10
|
8
|
Tidak
ditentukan
|
||||||
Tipe Medan
|
D
|
B
|
G
|
D
|
B
|
G
|
D
|
B
|
G
|
|
Kemiringan Medan (%)
|
˂3
|
3.25
|
>25
|
˂3
|
3.25
|
>25
|
˂3
|
3.25
|
>25
|
|
Tabel
– II.1 Ketentuan Klasifikasi : Fungsi, Kelas Beban, Medan
II.2.2 Karakteristik Lalu Lintas
Data lalulintas adalah data yang utama
diperlukan untuk perencanaan teknik jalan, karena kapasitas jalan yang akan
direncanakan tergantung dari komposisi lalu lintas yang akan menggunakan
jalanpada suatu segmen jalan yang akan ditinjau.
Besarnya volume arus laulintas diperlukan untuk
menentukan jumlah dan lebar lajur pada satu jalur jalan dalam menentukan
karakteristik geometrik, sedangkan jenis kendaraan akan menentukan kelas beban
atau MST (Muatan Sumbu Terberat) yang berpengaruh langsung pada perencanaan
konstruksinya.
Analisis data lalu lintas pada intinya
dilakukan untuk menentukan kapasitas jalan dan harus dilakukan bersamaan dengan
perencanaan geometrik karena saling berkaitan.
Kendaraan rencana meliputi :
- Kendaraan Ringan/Kecil (LV)
Kendaraan bermotor ber as dua dengan empat roda dengan jarak 2-3 meter
(mobil penumpang, pickup, truck kecil).
- Kendaraan Sedang (MHV)
Kendaraan bermotor dengan dua gandar, dengan jarak 3.5-5.0 meter (termasuk
bus kecil, truck dua as 6 roda).
- Kendaraan Berat/Besar (LB-LT)
Bus Besar (LB) bus dengan 2 atau 3 gandar dengan jarak as 5-6 meter.
Truck Besar (LT), Truck 3 gandar dan truck kombinasi 3, jarak gandar ˂
3.5 meter.
- Sepeda Motor (MC)
- Kendaraan tak Bermotor
II.2.3 Komposisi Lalu Lintas
Volume Lalu lintas Harian Rata-rata (VLHR) merupaka perkiraan lalu
lintas
Harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam smp/hari.
- Satuan Mobil Penumpang (smp)
Satuan arus lalu lintas, dimana arus dari berbagai type kendaraan telah
diubah menjadi kendaraan rinan (termasuk mobil penumpang)
- Ekivalensi Mobil Penumpang (emp)
Faktor konversi berbagai jenis kendaraan dibandingkan dengan mobil
penumpang atau kendaraan ringanlainnya.
- Faktor (F)
Faktor F adalah variasi tingkat lalu lintas per 15 menit dalam satu jam.
- Faktor VLHR (K)
Faktor yang mengubah volume yang dinyatakan dalam VLHR menjadi lalu
lintas jam sibuk.
- Volume Jam rencana (VJR)
Adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu
lintas, dinyatakan dalam smp/jam, dihitung dengan rumus :
VJR = VLHR x K/F
VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu
lintas lainnya yang diperlukan.
II.2.4
Kecepatan Rencana
Kecepatan Rencana (VR) adalah kecepatan rencana
pada suatu ruas jalan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan
yang memungkinkan kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman. Kecepatan Rencana
disesuaikan dengan klasifikasi fungsi dan medan jalan.
II.2.5 Pertimbangan Keselamatan
Pengaruh umum dari rencana geometrik terhadap
tingkat kecelakaan adalah
1.
Pelebaran
lajur akan mengurangi tingkat kecelakaan 2-15 %
2.
Pelebaran
atau peningkatan kondisi permukaan bahu jalan meningkatkan keselamatan lalu
lintas, meskipun mempunyai tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan
pelebaran lajur lalulintas.
3.
Lajur
Pendakian pada kelandaian curam mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 25-30%
4.
Lajur
menyalip (lajur tambahanuntuk menyalip pada daerah datar) mengurangi tingkat
kecelakaan sebesar 15-20 %
5.
Meluruskan
tikungan tajam setempat mengurangi tingkat kecelakaan 25-60 %
6.
Pemisah
tengah mengurangi tingkat kecelakaan 30 %
7.
Median
penghalang (digunakan jika terdapat keterbatasan ruang untuk membuat
pemisahtengah yang lebar) mengurangi kecelakaan fatal dan luka berat 10–30 %
8.
Batasan
kecepatan, jika dilaksanakan dengan baik dapat mengurangi tingkat kecelakaan
sebesar factor (Vsesudah / Vsebelum) 2.
II.3 Perencanaan Geometrik
Perencanaan Geometrik jalan adalah perencanaan
route dari ruas jalan secara lengkap, meliputi beberapa elemen yang disesuaikan
dengan kelengkapan dan data dasar yang ada atau tersedia dari hasil survey
lapangan dan telah dianalisis, mengacu pada ketentuan yang berlaku.
Dalam desain geometrik jalan raya terdapat 2
(dua) bagian penting yang harus diperhatikan yaitu desain alinemen horizontal
yang berkaitan dengan tikungan dan alinemen vertikal yang berkaitan tanjakan
dan turunan pada jalan raya. Kedua desain alinemen tersebut saling berhubungan
untuk pemenuhan standart jalan yang akan didesain sesuai dengan fungsi dasar
dan peruntukannya.
Kelengkapan dan data dasar yang harus disiapkan
sebelum mulai melakukan perhitungan/perencanaan, yaitu
- Peta planimetri, topografi, tata guna lahan, geologi dan peta lain yang diperlukan (administrasi/batas2 wilayah jika diperlukan).
- Data kriteria perencanaan seperti yang sudah diuraikan diatas.
- Ketentuan jarak pandang dan beberapa pertimbangan yang diperlukan sebelum memulai perencanaan, didasarkan secara teoritis dan praktis.
Elemen dalam perencanaan geometric jalan,
yaitu :
- Alinemen Horizontal (Situasi/Plan)
- Alinemen Vertikal (Potongan Memanjang / Profile)
- Potongan Melintang (Cross Section)
- Penggambaran
II.3.1
Jarak Pandang
Jarak
Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat
mengemudi sedemikian rupa, sehingga jika mengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan, pengemudi dapat melakukan antisipasi untuk menghindari bahaya
tersebut dengan aman.
Jarak
pandang terdiri dari :
- Jarak Pandang Henti (Jh)
·
Jarak
Minimum
Jarak
pandang henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk
menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan.
Pada setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi ketentuan Jh.
·
Asumsi
tinggi
Jh
diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi
halangan 15 cm yang diukur dari permukaan jalan.
·
Elemen –
Jh
Terdiri
dari 2 elemen jarak :
a.
Jarak
Tanggap (Jhr) adalah jarak yang harus ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi
melihat suatu halangan yang menyebabkan harus berhenti sampa saat pengemudi
menginjak rem.
b.
Jarak
Pengereman adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraan sejak
pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
- Jarak Pandang Mendahului (Jd)
·
Jarak Jd
adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan mendahului kendaran lain
didepannya dengan aman sampai kendaraan tersebut ke lajur semula.
·
Asumsi
Tinggi Jd diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata adalah 105 cm dan tinggi
halangan adalah 105 cm
·
Penyebaran
lokasi daerah untuk mendahului harus disebar disepanjang jalan dengan jumlah
panjang minimum 30 % dari panjang total ruas yang direncanakan.
II.3.2 Alinemen Horizontal
Pada perencanaan alinemen horizontal, umumnya
akan ditemui dua jenis bagian jalan
yaitu :
bagian lurus dan bagian lengkung atau umum disebut tikungan yang terdiri
dari 3 jenis tikungan yang digunakan :
a. Ligkaran (Full Circle = FC)
b. Spiral – Lingkaran – Spiral
(Spiral-Circle-Spiral = SCS)
c. Spiral – Spiral (S-S)
II.3.2.1
Bagian Lurus
Panjang maksimum bagian lurus harus dapat
ditempuh dalam waktu ≤ 2.5 Menit (sesuai kecepatan rata-rata VR dengan
pertimbangan keselamatan pengemudi akibat kelelahan dan kejenuhan. Panjang
bagian lurus berdasarkan Tata Cara Perencanaan Geometrik Antar Kota (TPGJAK) adalah
Fungsi
|
Panjang Bagian Lurus
|
||
Datar
|
Bukit
|
Gunung
|
|
Arteri
|
3.000
|
2.500
|
2.000
|
Kolektor
|
2.000
|
1.750
|
1.500
|
Tabel – II.2
Panjang Bagian Lurus Maksimum
II.3.2.2 Bagian Tikungan
- Jari-jari Minimum
kendaraan pada saat melalui tikungan dengan
kecepatan (V) akan menerima gaya
sentrifugal yang menyebabkan kendaraan tidak stabil. Untuk mengimbangi gaya
sentrifugal tersebut, perlu dibuat suatu kemiringan melintang jalan pada
tikungan yang disebut superelevasi (e).
Pada saat kendaraan melalui daerah superelevasi
akan terjadi gesekan arah melintang jalan antara ban kendaraan dengan permukaan
aspal yang menimbulkan gaya gesekan melintang dengan gaya normal disebut
koefisien gesekan melinatang (f) dalam bentuk grafik
Rumus Umum untuk lengkung horizontal :
R = V2 /127 (e+f)
D = 25/2Ï€ R x 3600
Dimana : R
= Jari-jari lengkung (m)
D
= Derajat lengkung (0)
Untuk menghindari terjadinya kecelakaan, maka
kecepatan tertentu dapat dihitung jari-jari minimum untuk superelevasi maksimum
dan kooefisien gesekan maksimum :
R min = VR2
/ 127 (emak + fmak)
D mak = 181913,53 (emak
+ fmak) / VR2
Dimana : R
min = Jari-jari tikungan minimum
(m)
VR
=
Kecepatan kendaraan rencana (Km/jam)
emak = Superelevasi
maksimum (%)
fmak = Koefisien
gesekan melintang maksimum
D = Derajat lengkung
D mak = Derajat maksimum
Untuk pertimbangan perencanaan, digunakan emak
= 10 % dan f mak untuk berbagai variasi kecepatan dengan tabel
II.2
VR (Km/jam)
|
120
|
100
|
90
|
80
|
60
|
50
|
40
|
30
|
20
|
Rmin (m)
|
600
|
370
|
280
|
210
|
115
|
80
|
50
|
30
|
15
|
Tabel – II.3 Panjang Jari-jari R
(dibulatkan) untuk emak = 10 %
- Bentuk Busur Lingkaran (Full Circle FC)
Gambar II.1 Komponen bentuk Full Circle (FC)
Keterangan
:
∆ = sudut tikungan
O = Titik pusat lingkaran
Tc = Panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke
CT
RC = Jari-jari lingkaran
Lc = Panjang busur lingkaran
Ec = Jarak luar dari PI ke busur lingkuran
FC (Full
Circle) adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian suatu lingkaran.
Tikungan FC hanya digunakan untuk R (jari-jari tikungan) yang besar agar tidak
terjadi patahan, karena dengan R yang kecil maka diperlukan superelevasi yang
besar.
VR (Km/jam)
|
120
|
100
|
80
|
60
|
50
|
40
|
30
|
20
|
Rmin (m)
|
2500
|
1500
|
900
|
500
|
350
|
250
|
130
|
60
|
Tabel – II.4 Jari-jari (R) tidak memerlukan
lengkung peralihan
Tc = Rc
Tan ½ ∆
EC = Tc
tan ¼ ∆
LC = ∆
2 π
- Lengkung Perlihan Spiral-Circle-Spiral (S-C-S)
Lengkung peralihan adalah lengkung yang
disisipkan diantara bagian lurus jalan dan bagian lengkung jalan berjari jari
tetap R yang berfungsi mengantisipasi perubahan alinemen jalan dari bentuk
lurus (R tak terhingga) sampai bagian lengkung jalan berjari jari
tetap R sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan saat berjalan
ditikungan berubah secara berangsur-angsur, baik kendaraan mendekati tikungan
atau meninggalkan tikungan.
Dengan adanya lengkung peralihan, maka tikungan
mrnggunakan jenis Spiral- Circle- Spiral (S-C-S).
Panjang lengkunmg peralihan (Ls) menurut Tata
Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) 1997, diambil nilai
terbesar dari tiga persamaan dibawah ini
:
a.
Berdasarkan
waktu tempuh maksimum (3 detik) untuk
melintasi lengkung peralihan, maka panjang lengkung :
Ls = VR
/ 3.6 T
b.
Berdasarkan
antisipasi gaya sentrifugal,
digunakan rumus Modifikasi Shortt, sebagai berikut :
Ls = (0.022
VR 3 / Rc C ) – (2.727 VR . e / C)
c.
Berdasarkan
tingkat pencaoaian perubahan kelandaian :
Ls = (em - en) / 3.6 re
. V
Dimana :
T = Waktu tempuh 3 detik
Rc = Jari-jari busur lingkaran (m)
C = Perubahan percepatan, 0.3 – 1.0, disarankan
0.4 m/detik
e = Superelevasi
Emak = Superelevasi maksimum
en = Superelevasi normal
re = Tingkat perubahan kelandaian melintang
jalan, sbb :
VR ≤ 70
Km/jam, re mak = 0.035 m/m/det
VR ≥ 80
Km/jam, re mak = 0.025 m/m/det
Gambar
II.2 Komponen S-C-S
Xs = absis titik SCpada garis tangen, jarak dari
titik TS ke SC
(jarak lurus lengkung peralihan)
Ys = Ordinat titik SC pada garis tegak lurus
garis tangen, jarak
tegak lurus ke titik SC pada lengkung
Ls = Panjang lengkung peralihan (panjang dari
titik TS ke SC
Atau CS ke ST)
Lc = Panjang busur lingkaran (panjang dari titik
SC ke CS)
Ts = Panjang tangen dari titik PI ke titik TS
atau ke titik ST
TS = Titik dari tangen ke spiral
SC = Titik dari spiral ke lingkaran
Es = Jarak dari PI ke busur lingkaran
Øs = Sudut lengkung spiral
Rc = Jari-jari lingkaran
P = Pergeseran tangen terhadap spiral
K = absis dari p pada garis tangen spiral
Masing -masing konstanta akan diperhitungkan lebih lanjut, dan panjang
lengkung total yang dipergunakan dalam jenis S-C-S adalah :
Ltotal = Lc + 2 Ls
Jika diperoleh Lc ˂ 25 meter, maka sebaiknya tidak menggunakan bentuk
S-C-S, tetapi lebih tepat menggunakan lengkung Spiral-Spiral (S-S), yaitu
lengkung yang terdiri dari dua lengkung peralihan.
- Lengkung Perlihan Spiral – Spiral (S-S)
Bentuk lengkung S-S terdiri dari 2 buah kurva
yaitu lingkaran dan spiral, fungsi dari bentuk tikungan ini adalah untuk
menjaga agar gaya sentrifugal yang timbul pada saat memasuki dan meninggalkan dapat
terjadi secara berangsur-angsur dan tidak mendadak, dipergunakan jika Lc >
20 meter.
Gambar
II.3 Komponen S-S
Bentuk ini dipergunakan pada tikungan yang
tajam. Lengkung bentuk Spiral-Spiral yaitu lengkung yang terdiri dari dua
lengkung peralihan, berlaku rumus :
Lc = 0, dan
c = ½ ∆
Ltot =
2 Ls
Untuk menetukan Øs dapat menggunakan rumus :
Ls =
Øs. Π. Rc / 90
II.3.2.3 Pencapaian Superelevasi
Superelevasi adalah kemiringan melintang permukaan pada lengkung
horizontal, yang bertujuan untuk memperoleh komponen berat kendaraan untuk
mengimbangi gaya sentrifugal.
Superelevasi dicapai secara bertahap dari
kemiringan melintang normal pada bagian jalan yang lurus sampai kemiringan
penuh (superelevasi) pada bagian lengkung.
a.
Tikungan
bentuk FC
Pemcapaian superelevasi dilakukan secara linear
diawali dari bagian lurus sampai 2/3 LS sampai dengan bagian lingkaran penuh
sepanjang 1/2 Ls
b.
Tikungan
bentuk S-C-S
Pencapaian superelevasi dilakukan secara linear
diawali bentuk normal sampai awal lengkung peralihan (TS) berbentuk pada bagian
lurus jalan lalu dilanjutkan sampai elevasi penuh pada akhir bagian lengkung
(SC)
c.
Tikungan
S-S
Pencapaian
superelevasi seluruhnya dilakukan pada bagian spiral.
d.
Superelevasi
tidak diperlukan jika radius (R) cukup besar berkisar antara 1.146 s/d 5.730
meter (tabel panjang lengkung peralihan).
II.3.2.4 Landai Relatif
Landai relative merupakan kemiringan melintang atau kelandaian pada
penampang jalan diantara tepi perkerasan luar dan sumbu jalan sepanjang
lengkung peralihan. Presentase kelandaian relatif disesuaikan dengan kecepatan
rencana dan jumlah lajur yang ada.
Kelandaian relatif dihitung dengan menggunakan rumus :
1/m = (e+en) B/ Ls
Dimana :
1/m = landai
relatif
e =
Superelevasi (m/m’)
en =
Kemiringan melintang normal (m/m’)
B =
Lebar lajur
II.3.2.5 Diagram Superelevasi
Metode untuk melakukan superelevasi yaitu merubah lereng potongan
melintang, dilakukan dengan bentuk profil dari tepi perkerasan.
Ada tiga cara untuk mendapatkan superelevasi yaitu :
- Memutar pekerasan jalan terhadap profil sumbu
- Memutar perkerasan jalan terhadap tepi jalan sebelah dalam
- Memutar perkerasan jalan terhadap tepi jalan sebelah luar
Pembuatan diagram superelevasi antara cara AASHTO dan Bina Marga ada
sedikit perbedaan :
- Cara AASHTO penampang melintang sudah mulai berubah di titik TS
- Cara Bina Marga penampang melintang pada titik TS masih berupa penampang melintang normal.
II.3.2.6 Pelebaran Tikungan
Pelebaran tikungan atau jalur lalu lintas ditikungan untuk
mempertahankan kendaraan tetap pada lintasan (lajurnya) sebagaimana pada bagian
lurus. Hal ini terjadi Karena pada kecepatan tertentu kendaraan pada tikungan
cenderung keluar lajur akibat posisi roda depan dan roda belakang tidak sama,
yang tergantung dari ukuran kendaraan.
II.3.2.7 Daerah Bebas Samping Tikungan
Jarak pandang pengemudi pada lengkung horizontal (ditikungan) adalah
pandangan bebas pengemudi dari halangan benda-benda disisi jalan (daerah bebas
samping), juga merupakan ruang untuk menjamin kebebasan pandang ditikungan
sehingga Jh terpenuhi.
Daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pandangan
ditikungan dengan membebaskan objek-objek penghalang sejauh E (m)dari garis
tengah lajur dalam sampai objek penghalang pandangan sehingga persyaratan Jh
dapat terpenuhi
II.3.2.8 Tikungan Gabungan
Pada perencanaan alinemen horizontal, kemungkinan akan ditemui
perencanaan tikungan gabungan karena
kondisi topografi route jalan yang akan direncanakan sedemikian hingga terpaksa
(tidak dapat dihindari) harus dilakukan rencana tikungan gabungan, yang terdiri
dari tikungan gabungan searah dan tikungan gabungan berbalik.
- Tikungan gabungan searah R1 > 1.5 R2 harus dihindari, jika terpaksa dibuat tikungan gabungan dari dua busur lingkaran Full Circle (FC), disarankan dengan tikungan gabungan searah R1 ≤ 1.5 R2. Tikungan gabungan searah lainnya dengan sisipan garis lurus dan sisipan spiral.
- Tikungan gabungan berbalik secara tiba-tiba harus dihindari, karena dalam kondidi ini pengemudi sangat sulit untuk mempertahankan kendaraan pada lajurnya.jika terpaksa dibuat tikungan gabungan dari dua busur lingkaran Full Circle (FC), disarankan sama dengan tikungan gabungan searah R1 ≤ 1.5 R2. Tikungan gabungan berbalik lainnya dengan sisipan garis lurus dan sisipan spiral.
II.3.3 Alinemen Vertikal
Alinemen vertikal adalah proyeksi dari sumbu jalan pada suatu bidang
vertikal yang melalui sumbu jalan tersebut. Atau bidang tegak yang melalui
sumbu jalan, atau proyeksi tegak lurus bidang gambar.
Pada perencanaan geometri alinemen vertikal akan ditemui kelandaian
positif (tanjakan) dan negative (turunan), sehingga kombinasinya berupa
lengkung cembung dan lengkung cekung. Disamping kedua lengkung tersebut ditemui
pula kelandaian = 0 (datar). Kondisi ini dipengaruhi oleh keadaan topografi
yang tidak saja berpengaruh pada perencanaan alinemen horisontal, tetapi juga mempengaruhi
pada perencanaan alinemen vertikal
II.3.3.1 Kelandaian
Untuk menghiting kelandaian lengkung vertikal ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan :
- Karakteristik kendaraan pada kelandaian
Hampir semua kendaraan penumpang dapat berjalan
baik dengan kelandaian 7 – 8 % tanpa ada perbedaan dibandingkan pada bagian
datar.
- Kelandaian maksimum
Kelandaian maksimum yang direncanakan
ditentukan untuk berbagai variasi kecepatan rencana, dimaksudkan agar kendaraan
dapat bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti.
Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan
truck yang bermuatan penuh mampu bergerak dengan kecepatantidak kurang dari
separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.
VR (Km/jam)
|
120
|
110
|
100
|
80
|
60
|
50
|
40
|
˂ 40
|
Kelandaian Maksimum (%)
|
3
|
3
|
4
|
5
|
8
|
9
|
10
|
10
|
Tabel – II.5 Kelandaian maksimum yang diijinkan (sumber : TPGJAK)
- Kelandaian Minimum
Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi
perkerasan perlu dibuat kelandaian minimal 0.5 % untuk keperluan kemiringan
saluran samping, karena kemiringan melintang jalan dan kerb hanya cukup
mengalirkan air ke samping.
- Panjang Kritis suatu Kelandaian
Panjang kritis ini diperlukan sebagai batasan
panjang kelandaian maksimum agar pengurangan kecepatan kendaraan tidak lebih
dari ½ rencana kecepatan (VR). Lama waktu tempuh pada panjang kritis
tidak lebih dari satu menit.
Kecepatan pada awal tanjakan (Km/jam)
|
Kelandaian (%)
|
||||||
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
|
80
|
630
|
460
|
360
|
270
|
230
|
230
|
200
|
60
|
230
|
210
|
160
|
120
|
110
|
90
|
80
|
Tabel – II.6
Panjang Kritis (m) (sumber :
TPGJAK
- Lajur Pendakian pada kelandaian khusus
Pada jalur jalan dengan rencana laulintas yang
tinggi, terutama untuk tipe 2/2 TB (2 lajur 2 arah tak terbagi), maka kendaraan
berat akan berjalan pada lajur pendakian dengan kecepatan dibawah VR
dan kendaraan lain masih bisa bergerak dengan kecepatan VR. Pada
perencanaan perlu dipertimbangkan untuk buat lajur tambahan bagian kiri menurut
Manual Kapaitas Jalan Indonesia berdasarkan Biaya Siklus Hidup (BHS).
Penempatan lajur pendakian harus dilakukan
dengan ketentuan sbb :
a. Berdasarkan MKJI (1997)
Penentuan lokasi lajur pendakian harus dapat
dibenarkan secara ekonomis yang dibuat berdasarkan analisis BHS :
Panjang
|
Ambang arus lalin (kend/jam) tahun I, jam
puncak
|
||
Kelandaian
|
|||
3 %
|
5 %
|
7 %
|
|
0.5 km
|
500
|
400
|
300
|
≥ 1 km
|
325
|
300
|
300
|
Tabel – II.7
Lajur Pendakian Kelandaian Khusus Jalan Luar Kota
(2/2 TB), usia rencana 23 Tahun
b. Berdasarkan TPGJAK (1997)
§
Disediakan
pada jalan arteri atau kolektor
§
Apabila
panjang kritis terlampaui, jalan memiliki VLHR > 15.000 smp/hari, dan
persentase truk > 15 %
§
Lebar
lajur pendakian sama dengan lebar lajur rencana
§
Lajur
pendakian dimulai 30 meter dari awal perubahan kelandaian dengan serongan
sepanjang 45 meter dan berakhir 50 meter. Sesudah puncak kelandaian dengan
serongan sepanjang 45 meter.
§
Jarak
minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1.5 km.
II.3.3.2 Lengkung Vertikal
Lengkung vertikal direncanakan untuk merubah secara bertahap perubahan
dari dua macam kelandaian arah memanjang jalan pada setiap lokasi yang
diperlukan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi goncangan akibat perubahan
kelandaian dan menyediakan jarak pandang henti yang cukup, untuk keamanan dan
kenyamanan.
Lengkung vertikal terdiri dari dua jenis :
- Lengkung Cembung
- Lengkung Cekung
Gambar - II.4 Tipikal lengkung vertikal bentuk
parabola
Rumus yang digunakan :
x =
L.g1/g1-g2 = L.g1/A
y = L.g12 / 2 (g1-g2) = L.g12/2A
Dimana :
x =
Jarak dari titik P ke titik yang ditinjau pada Station (Sta = m)
y =
Perbedaan elevasi antara titik P dan titik yang ditinjau pada Station (Sta = m)
L = Panjang lengkung
vertikal parabola, yang merupakan jarak proyeksi dari titik A ke titik Q (Sta)
g1 = Kelandaian
tangen dari titik P (%)
g2 = Kelandaian
tangen dari titik Q (%)
Rumus diatas untuk
lengkung simetris
(g1+g2) = A adalah
perbedaan aljabar untuk kelandaian (%)
Kelandaian menaik
(pendakian), diberi tanda (+)
Kelandaian menurun
(Penurunan), diberi tanda (-)
Ketentuan pendakian dan
penurunan ditinjau dari kiri
EV =
A.L/800
Dimana
: x = ½ L
y = Ev
- Lengkung Vertikal Cembung
Ketentuan tinggi menurut Bina Marga (1997)
untuk lengkung cembung adalah :
§
Jarak
pandang henti (Jh) : tinggi
mata h1 (m) = 1.05 meter dan tinggi objek h2 (m) = 0.15 meter
§
Jarak pandang
henti (Jd) : tinggi mata h1
(m) = 1.05 meter dan tinggi objek h2 (m) = 1.05 meter
a. Panjang lengkung vertikal (L), berdasarkan Jh
Jh ˂ L, maka L = A. Jh2
/ 399
Jh > L, maka L = 2. Jh
– (399/A)
b. Panjang lengkung vertikal (L), berdasarkan Jd
Jd ˂ L, maka L = A. Jd2
/ 840
Jd > L, maka L = 2. Jd
– (840/A)
Panjang lengkung vertikal cembung (L) yang
diperoleh dari persamaan (b) diatas pada umumnya akan menghasilkan nilai L
lebih panjang dari pada jika digunakan rumus (a).
Untuk penghematan biaya , L dapat ditentukan
dengan rumus (a) dengan konsekuensi kendaraan pada daerah lengkung cembung
tidak dapat mendahului kendaraan didepanya, sebagai keamanan dipasang rambu
(tipe R9 dan R25)
- Lengkung Vertikal Cekung
Tidak ada dasar yang dapat dipergunakan untuk
menentukan panjang lengkung vertikal (L), akan tetapi ada empat kriteria
sebagai pertimbangan yang dapat dipergunakan :
§
Jarak
sinar lampu besar dari kendaraan
§
Kenyamanan
pengemudi
§
Ketentuan
drainase
§
Penampilan
secara umum
Gambar - II.5 Tipikal lengkung vertikal cekung
Dengan memperhatikan gambar di atas yaitu tinggi lampu besar kendaraan =
0.6 m (2’) dan sudut bias = 10, maka diperoleh hubungan praktis sbb
:
Jh ˂ L, maka L = A. Jh2
/ 120 + 3.5 Jh
Jh > L, maka L = 2. Jd
– (120 + 3.5 Jh) /A
- Panjang Kenyamanan
L = A. V2 / 389
II.3.4 Koordinasi Alinemen
Koordinasi alinemen pada perencanaan geometric teknik jalan diperlukan
untuk menjamin suatu perencanaan teknik jalan yang baik dan menghasilkan
keamanan serta nyaman bagi pengemudi kendaraan (pengguna jalan) yang melalui
jalan tersebut.
Maksud koordinasi ini adalah penggabungan beberapa elemen dalam
perencanaan geometric jalan yang terdiri dari perencanaan : alinemen
horizontal, alinemen vertikal dan potongan melintang dalam suatu paduan
sehingga menghasilkan produk perencanaan teknis sedemikian yang memenuhi unsur
aman, nyaman, dan ekonomis.
BAB III
METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam menyusun Analisa Risiko
Geometrik Jalan dalam Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok (KPML) adalah sebagai berikut :
a.
Pengumpulan data-data primer yang terkait dengan rencana Pembangunan Proyek yang meliputi data-data Perencanaan
Infrastruktur.
b.
Pengumpulan
data-data sekunder dari sumber-sumber terkait yang dapat dipertanggungjawabkan
c.
Pengumpulan
data-data dari hasil kunjungan lapangan yang terkait terhadap kondisi rencana Jaringan
Infrastruktur Jalan KPML.
d.
Pengumpulan
data-data dari hasil diskusi perihal pembahasan berbagai Aspek yang berpengaruh dalam perencanaan
Infrastruktur Jalan
e.
Analisa teknik yang mengkaji
lokasi kawasan resort, pemasaran, biaya investasi, rencana kerja pembangunan proyek dan strength,
weakness, opportunity, threat
(SWOT).
f.
Analisa dan Risiko yang mengkaji
ancaman, risiko yang berpotensi muncul dan langkah pengendaliannya.
III.1 Konsep Pemecahan Masalah
Konsep pemecahan masalah dalam analisis risiko
terhadap perencana geometrik infrastruktur jalan Kawasan Pariwisata Mandalika
adalah dengan membangun konsep kegiatan perencanaan secara berurutan, disamping
dengan pengumpulan data-data sekunder sebagai penunjang dalam perencanaan
geometrik. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan suatu trase geometrik
infrstruktuk jalan dalam KPML yang baik dan efisien/ekonomis sesuai dengan
persyaratan yang berlaku. Proses konsep pemecahan permasalahan dalam analisis
risiko dimulai dengan beberapa kegiatan pekerjaan lapangan sebagai berikut.
III.1.1 Pekerjaan Lapangan
Untuk menghasilkan dokumen pembangunan jalan baru
sesuai dengan klasifikasi yang akan direncanakan adalah alinemen dan kondisi
tanah dasar (subgrade) yang memenuhi persyaratan/ketentuan yang berlaku, maka
dalam perencanaan dan analisis resiko terhadap desain yang akan dibuat
diperlukan pekerjaan lapangan (survey). Pekerjaan lapangan mencakup keseluruhan
kegiatan survey dan investigasi dilapangan untuk memperoleh data-data akurat
yang diperlukan dalam proses perencanaan teknik jalan (dititik beratkan pada
geometric jalan) disamping faktor ekonomis juga mempertimbangkan kondisi KPML :
§ Alinemen jalan (road alignment) horizontal, vertikal
dan kelandaian
§ Sarana drainase secara visual
§ KondisiTanah dasar
Disamping pertimbangan diatas diperlukan juga
data-data lapangan sbb :
a.
Data penunjang
Pengumpulan data penunjang dan analisis atau studi
data awal sangat diperlukan agar tim survey sudah mendapatkan gambaran tentang
kondisi lokasi dan pencapaian serta gambaran route/trase
Pengumpulan data penunjang yang diperlukan dalam KPML
adalah :
§ Peta jaringan jalan yang menujukna jaringan jalan yang
sudah ada dalam wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat (khusus Lombok
Tengah) lengkap dengan batas-batas
wilayah antar desa (Sengkol, Sukadane, Mertak dan Kuta). Peta ini diterbitkan
oleh Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dengan skala yang bervariasi untuk mendapatkan
referensi.
§ Peta Topografi yang dapat diperoleh dari instansi
Jawatan Topografi AD (Jantop) dalam wilayah Lombok Tengah, khusus untuk didalam
kawasan KPML akan dilaksanakan pembuatan peta digital topografi tersendiri yang
akan dipergunakan dalam perencanaan geometric jalan KPML.
§ Photo Udara / satelit
lokasi KPML akan sangat membantu untuk memperkirakan formasi bantuan
dasar dan kelembabannya dengan mengamati jenis vegetasi dan kondisi lahan
kawasan. Kemudahan menginterpretasikan kawasan dalam menentukan trase jalan
terkait dengan karakteristik bentuk dn vegetasi.
§ Peta Rupa Bumi dengan skala tertentu yang dipergunakan
sebagai peta dasar.
III.1.2 Survey Pendahuluan
Survey pendahuluan dalam lokasi KPML harus dilakukan
sebelum survey detail lainnya, karena survey detail lainnya akan mengacu pada
hasil survey ini. Survey pendahuluan mencakup dua kegiatan :
1.
Survey
Reconnnaisance
2.
Pengumpulan Data
Survey reconnaisance dimaksudkan untuk menetapkan
route (sumbu jalan rencana) yang ideal sesuai dengan ketentuan dan persyaratan
yang berlaku agar hasil desain dapat memenuhi unsur kenyamanan dan keamanan
pengguna jalan, dan yang paling ekonomis.
Kegiatan survey ini meliputi pengumpulan data
lapanganberdasarkan pengamatan visual dan pengukuran, juga masukan berbagai
sumber, sehingga tujuan survey dalam kawasan KPML dapat tercapai dengan
mendapatkan gambaran kondisi lapangan pada trase jalan rencana (sepanjang route
yang terpilih)
Survey terhadap kondisi jalan eksisting yang akan
dijadikan alternative dalam pemilihan route harus dilakukan perbaikan geometrik
terkait dengan beberapa titik masih belum sesuai dengan persyaratan geometrik.
III.1.3 Pengukuran dan Pembuatan Peta DigitalTopografi
Pengukuran dan pembuatan peta digital topografi
dimaksudkan untuk mendapatkan peta digital yang dapat digunakan sebagai acuan
kegiatan perencanaan pengembangan infrastruktur Kawasan Paiwisata Mandalika
Lombok (KPML) dengan luas 1.250 hektar. Sedangkan tujuan utama pembuatan peta
digital topografi adalah sbb :
a.
Memperoleh data
dan informasi serta koordinat yang lebih detail mengenai batas areal yang
berada dalam KPML.
b.
Memperoleh peta
digital topografi skala 1 : 2.000 yang dapat dipergunakan utuk keperluan
analisa dan perencanaan pengembangan infrastruktur KPML khususnya terhadap
jaringan infrastruktur jalan.
c.
Mendapatkan
bentuk visual lapangan (bentuk kontur, elevasi, jalan eksisting) sehingga
memudahkan dalam interpretasi kawasan dan perencanaan trase jalan serta
gemetrik jalan yang akan dibangun.
Pengukuran dan pembuatan peta digital dibagi menjadi
beberapa tahapan :
a.
Persiapan dan
pemasangan patok-patok beton 30x30x80 cm pada setiap kilometer dalam KPML,
mengelilingi areal pengukuran.
b.
Pengukuran ground
controle point dengan GPS untuk interval kurang lebih 5 km.
c.
Pengukuran
situasi KPML dengan system random
meliputi detail ketinggian, bangunan, jalan, rawa, tambak, jaringan kabel,
sungai dll.
d.
Pengolahan data
dan transformasi koordinat jaringan titik control Global Positioniong System
(GPS) akan mendapatkan koordinat UTM
e.
Pemasangan patok
dan pengukuran polygon utama dan cabang mengelilingi lokasi kawasan dengan BM
koordinat UTM
f.
Pemrosesan data
dan pembuatan peta topografi digital skala 1 : 2.000
III.1.4 Pembagian Zonasi/Stage
Pembangunan infrastruktur KPML akan diawali dengan
pembangunan infrastruktur jalan yang terintegrasi antar zona/Stage. Wilayah
KPML dibagi menjadi 3 Stage yaitu :
1.
Stage - I luas wilayah 250 hektar
2.
Stage - II luas wilayah 400 hektar
3.
Stage - III luas wilayah 600 hektar
Gambar III-1
Zonasi KPML
Pembagian stage ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam
perencanaan dan skala prioritas pekerjaan infrastrukut yang akan dikerjakan
sesuai dengan detail master plan.
a.
Stage-1 rencana
akan dibangun : Golf Zone, The Hill Top, The heart (fasilitas akomodasi,
convention, dan lainnya) atau kemudahan fasilitas, the Luxury Enclave (hotel
berbintang)
b.
Stage-2 rencana
akan dibangun : Eco Zone, Agro Zone, Conservative Quarter, dansieside Town
c.
Stage-3 rencana
akan dibangun : Kuta Transportasi Hub, the Gateway, Quite Gateway, The Culture
Village, Family Zone,Golf Zone tahap II.
Dari masing-masing stage akan diperhitungkan dalam
penentuan trase jalan rencana dari route yang terpilih.
Dengan luasan 1,250 hektar pembangunan infrastruktur jalan
akan menghubungkan masing-masing zonasi / stage yang pembangunannya dilakukan
secara bertahap.
III.1.5 Survey Teknik Pemilihan Route
Pemilihan route merupakan kegiatan yang paling penting
dalam pembangunan infrastruktur jalan dalam kawasan, karena route ini harus
terintegrasi antar Lot-lot kawasan sesuai fungsinya, kapasitas rencana dan
peruntukannya yang akan dimasukkan dalam perencanaan Detail Master Plan KPML,
Tinjauan geometrik harus dilakukan secara konsisten
yaitu kesesuaian antara tikungan dan kelandaian dengan pertimbangan bahwa
kendaraan yang lewat belum tentu mengetahui jalur tersebut. Banyak timbul
kecelakaan pada titik-titik dimana terjadi perubahan yang tiba-tiba atau yang
tidak menerus pada lengkungan atau kelandaian dan jarak pandang yang tidak
cukup.
Karakteristik terrain KPML akan mempengaruhi
karakteristik pola lokasi route. Terrain pada umumnya diklasifikasikan kondisi
datar, perbukitan atau pegunungan.
Kondisi topografi yang sebagian berbukit dan eksisting
jalan sebagian masih belum memenuhi standart geometrik, maka diperlukan suatu
perencanaan jalan yang baik sesuai dengan kriteria perencanaan ; klasifikasi
jalan, karakteristik laulintas, lingkungan, pertimbangan ekonomis, pertimbangan
keselamatan lalu lintas dan karakteristik geometrik (alinemen horizontal, vertikal dan kelandaian).
Infrastruktur jalan akan dibangun dengan
memperhitungkan pemanfaatan lahan yang akan dipergunakan fasilitas
infrastruktur lainnya. Perencanaan ini akan dituangkan dalam Detail Master Plan
KPML.
III.1.6 Permasalahan Kondisi Route Jalan KPML
Terdapat beberapa lokasi jalan eksisting yang akan
ditingkatkan menjadi jalan utama (main road) sebagai akses masuk dalam KPML.
Kondisi lain adalah merupakan pembangunan akses jalan baru, kedua kondisi ini
diperlukan pertimbangan dalam menerapkan desain geometrik jalan berdasarkan
kondisi eksisting di lapangan.
Permasalahan yang timbul adalah bahwa jalan eksisting
yang akan dipergunakan sebagai main road terdapat beberapa lokasi yang tidak
sesuai dengan standart geometrik jalan. Hal ini terlihat masih adanya alinemen
horizontal dan vertikal maupun kelandaian cukup rawan untuk lalu lintas
kendaraan. Ada beberapa titik yang perlu didesain ulang sekaligus dilakukan
pembangunan jalan dengan memperbaiki geometriknya.
Sebagai studi kasus pada lokasi Sta. 0+300 ke arah
jalan propinsi merupakan daerah yang rawan kecelakaaan karena tikungan dan
kelandaian masih belum memenuhi standart geometri jalan terlihat pada saat
mengendarai kendaraan gaya sentrifugal cukup besar.
Pada masing-masing stage akan dibangun infrastruktur
jalan sesuai dengan fungsi dan
peruntukanya dengan kriteria / Spesifikasi sbb :
a.
Main Road ROW 90 m
b.
Colector Road ROW 45 m
c.
Local Road ROW 20 m
Main road ROW 90 m rencana akan dibangun jalan dua
jalur dengan lebar 7.5 m kanan dan kiri dan median jalan 7 m, total lebar 28 m
termasuk shoulder.
.
Gambar III-2 Rencana
Main Road ROW 90 m
Colector Road ROW 45 rencana akan diangun jalan 1
jalur 2 lajur dengan lebar 14 meter termasuk shoulder.
Gambar III-3 Typical
Colector Road ROW 45 m
III.1.7 Penyelesaian Perencanaan Geometrik Jalan
Memperhatikan beberapa permasalahan tentang
ketidaksesuaian geometrik dan kelandaian dalam kawasan KPML khusus pada jalan
eksisting yang akan dipergunakan sebagai route utama dalam kawasan, maka perlu
dilakukan perbaikan perencanaan geometrik jalan. Kondisi jalan eksisting masih
1 (satu) jalur 2 (dua) lajur, akan dirubah menjadi 2 (dua) jalur 4 (empat)
lajur.
Dilakukan pengukuran long section dan cross section
untuk mendapatkan layout/situasi dan penampang jalan yang akan direncanakan
dengan geometrik yang memenuhi persyaratan.
Bentuk geometrik alinemen horizontal yang akan
dipergunakan adalah Full Circle (FC), Spiral- Spiral (S-S) atau gabungan circle dan spiral S-C-S.
Sedangkan lengkung vertikal adalah
cekung ataupun cembung, yang akan disesuaikan dengan kondisi route /jalur
rencana dalam Detail Master Plan.
Perhitungan perencanaan geometrik alinemen horizontal akan
ditentukan nilai Radius (R), kecepatan (V) untuk mendapatkan nilai superelevasi
sesuai standart (e).
Selanjutnya akan di hitung variabel-variabel panjang
lengkung (LS), panjang busur (LC), Jarak Point Intersection (PI) ke busur
lingkaran (Es), Panjang tangen dari PI ke titik spiral (PI-TS atau PI-ST).
Perhitungan ini dimaksudkan untuk perubahan dari
normal ke kemiringan awal, superelevasi maksimum, kemiringan ke normal sampai
kembali normal.
III.1.8 Analisis Risiko Perencanaan Geometrik Jalan
KPML
Dalam membuat keputusan menentukan bentuk desain
geometrik jalan dalam KPML terkait dengan kondisi eksisting jalan dan jalan
baru diperlukan analisis risiko berdasarkan Probabilitas dan konsekuensi
(impact) yang ditimbulkan.
Beberapa teori probabilitas yang digunakan dalam
analisis risiko perencanan geometrik jalan KPML adalah
1.
Theory Classical
P(E) = M/N
Dimana : P(E)
=
Probabilitas suatu kejadian
M =
Jumlah keluaran yang dicari
N =
Total keluaran
2.
Relative
Frequency
P(E) = limit (Ne/N)
Dimana : P(E)
=
Probabilitas suatu kejadian
M =
Jumlah keluaran yang dicari
N =
Total keluaran
3.
Subjective or
Personil Probability
Probabilitas seorang pakar, yang merupakan
probabilitas yang tidak dapat dijelaskan secara numeris tetapi terkadang benar.
Probabiltas ini bisa berbeda-beda antara
pakar-pakar.
4.
Axiomatic Theory
Teori probabilitas yang didapat dari rumus matematis.
5.
Theory Bayesian
Probabilitas suatu kejadian diestimasi berdasarkan
probabilitas sebelumya
Analisis Risiko terhadap probabilitas dan
konsekuensinya/ impact dapat ditabelkan
sbb :
Impact
Probability
|
Tidak
Penting
|
Kecil
|
Sedang
|
Besar
|
Fatal
|
Jarang
Kemungkinan kecil
Cukup mungkin
Sangat mungkin
Hampir pasti
|
L
L
M
S
S
|
L
L
M
S
H
|
L
M
S
H
H
|
M
S
S
H
H
|
S
S
H
H
H
|
Keterangan :
Hight (H), Signifikan (S), Medium (M), Low (L)
Tabel III-1 Tabel
Peringkat Risiko
Semua identifikasi
risiko yang telah dicari penyebabnya, baik meliputi risiko biaya, waktu, lingkungan,
kecelakaa lalu lintas, maka perlu dicari rankingnya untuk prioritas
penanganannya.
III.2 Bagan Alir Pekerjaan
Gambar III-4 Bagan
alir analisis risiko perencanaan geometrik jalan
III.2.1
Penjelasan Bagan Alir Pekerjaan
Penjelasan Bagan alir terbagi menjadi 7 tahapan :
1.
Survey
Pendahuluan & Topografi
2.
Analisa Data
3.
Drawing dan
Konsep Geometrik
4.
Identifikasi dan
Analisa Risiko
5.
Survey Geometrik
6.
Perencanaan dan
Penggambaran
7.
Pelaksanaan
Konstruksi
III.2.1.1 Survey
Pendahuluan & Topografi
Survey pendahuluan meliputi pekerjaan persiapan dan
mobilisasi dengan
mempersiapkan data data penunjang, informasi lokasi,
peralatan dan kecukupan personil.
Informasi yang diperlukan mencakup : pencapaian
lokasi, kondisi medan, akomodasi komunikasi,dan lainnya. Data penunjang yang
dipersiapkan peta-peta topografi dari instansi, peta batas-batas wilayah, data
lain yang mungkin diperlukan.
Peralatan : Kamera, formulir data, kelengkapan alat
tulis, kompas, alat ukur (pita, GPS), dll. Selanjutnya adalah personil inti
sesuai bidangnya dan kebutuhan pekerjaan.
Survey Pendahuluan ini meliputi beberapa kegiatan :
1.
Penentuan titik
ikat BM, dan penandaan Sta (station), mulai dari awal pekerjaan dan akhir
proyek dalam KPML
2.
Penampang
melintang (cross section) dipertimbangkan untuk menghindari pekerjaan tanah
yang berlebihan.
3.
Situasi pada awal
dan akhir proyek, panjang jangkauan ± 200 meter
sebelum awal dan akhir proyek.
4.
Perintisan dan
penandaan, terkait trase jalan yang akan disurvey pada umumnya berupa
perkebunan, sawah, semak, maka perlu dilakukan perintisan agar titik-titik
bantu yang akan dipasang mudah terlihat.
5.
Survey Teknik,
terdiri pemilihan route,terrain dan pengumpulan data
6.
Visualisasi
adalah foto dokumentasi yang perlu diambil.
Produk yang akan dihasilkan dari survey pendahuluan,
yaitu
1.
Titik ikat dan
tanda sepanjang trase jalan rencana sesuai dengan Detail Master Plan.
2.
Draft kondisi
alinemen horizontal dan vertikal kelandaian sepanjang trase jalan rencana yang
diperoleh dari survey pemilihan route.
3.
Data kondisi
terrain trase jalan rencana dan data lainnya.
4.
Informasi dan
photo dokumentasi.
Survey Topografi dalam perencanaan teknik dimaksudkan
:
1.
Pengukuran route
yang dilakukan dengan tujuan memindahkan kondisi permukaan bumi dari lokasi
yang diukur ke dalam peta digital dengan skala tertentu. Peta ini akan
digunakan sebagai peta dasar untuk ploting
perencanaan geometrik jalan dalam hal ini perencanaan alinemen horizontal,
penampang melintang dan memanjang.
2.
Pengukuran route
dilakukan sepanjang trase jalan rencana sesuai Detail Master Plan KPML (route
hasil survey reconnaissance) dengan menganggap sumbu jalan rencana pada trase
ini sebagai garis kerangka pologon utama.
3.
Melakukan
pemasangan Bench Mark (BM) setiap 1 Km dan tanda PI (Point of Intersection /
titik belok / titik perpotongan antara 2 tangen) pada route yang dipilih pada
survey pendahuluan sebelumnya.
4.
Peralatn yang
diperlukan :
a.
Total Station
b.
Water Pass
c.
Prisma ukur
d.
Jalon & Bak
Ukur
e.
Peta wilayah
f.
Kamera dan
pendukung lainnya
5.
Pengukuran pada
route sesuai desain master plan ini dimaksudkan :
a.
Pengukuran memanjang
(long section)
b.
Pengukuran
melintang (cross section)
c.
Pengukuran detail/situasi
sehingga pengaruh bentuk lengkung permukaan bumi dapat
diperhitungkan dengan rekayasa geometrik jalan.
III.2.2 Tahap Analisa Data
Pada tahap analisa data adalah menganalisa dan
dilakukan perhitungan dari hasil pengukuran di lapangan untuk mendapatkan
data-data koordinat, elevasi yang akan dipergunakan sebagai acuan dalam
penggambaran. Data-data teknis yang akan dihitung dan dianalisa meliputi ; sudut
horizontal dan vertikal, jarak, dan parameter lainnya terkait dengan rekayasa geometrik. Sedangkan data untuk analisa risiko adalah penentuan nilai probabilitas dan analisa AHP yang diberikan ke Steakholder terkait dengan rencana pembangunan fisik yang efisien dan manfaatnya.
III.2.3 Penggambaran & Konsep Geometrik
Penggambaran peta digital hasil pengukuran dilapangan
dilakukan setelah analisa data dan perhitungan sudah selesai dilakukan. Hasil
analisa data akan dipakai sebagai acuan awal dalam proses ini, sehingga jika
ada koreksi atau perubahan terkait kondisi lapangan akan memudahkan dalam
analisa data baru yang terintegrasi dengan analisa / perhitungan sebelumnya.
Penggambaran peta digital meliputi bentuk layout,
potongan memanjang (vertikal) dan potongan melintang (horizontal).
Dari layout gambar yang dihasilkan akan diketahui
titik-titik PI sebagai referensi konsep geometrik jalan.
Konsep geometrik dilakukan untuk mendapat gambaran
bentuk geometrik yang akan dipergunakan dalam setiap PI (alinemen horizontal) ;
Full Circle (FC), Spiral-Spiral (S-S) atau Spiral Circle Spiral (S-C-S).
III.2.4 Manajemen Risiko dan Analisa
Identifikasi risiko dalam
perencanaan geometrik jalan dalam KPML dapat dijelaskan sbb :
III.2.4.1 Identifikasi Risiko
Risiko
yang terjadi dalam pengambilan material quary bisa dikelompokkan menurut
tahapan kemungkinan terjadinya yaitu :
- Tahap Pra Perencanaan
a. Keresahan pengguna jalan
terhadap kondisi jalan eksisting
b. Rawan kecelakaan lalu lintas
- Tahap Konstruksi dan Implementasi Geometrik jalan
a. Perhitungan biaya lebih besar
b. Hilangnya vegetasi dan habitat hewan
c. Penurunan kualitas udara
d. Peningkatan kebisingan
e. Gangguan lalu lintas
III.2.4.2 Pemeringkatan risiko,
dampak dan probabilitas
Untuk
pemeringkatan risiko, maka perlu ditetapkan terlebih dulu jenis dampak yang
dapat diakibatkan oleh risiko dan kemungkinan/probabilitas terjadinya.
- Penilaian terhadap dampak
a. Tidak penting (DT) = 5%
b. Kecil (DK) = 25%
c. Sedang (DS) = 50%
d. Besar (DB) = 75%
e. Fatal (DF) = 100%
- Pengelompokan probabilitas
a. Jarang (PJ) =
5%
b. Kemungkinan kecil (PK) = 20%
c. Cukup mungkin (PC) = 40%
d. Sangat mungkin (PS) = 60%
e. Hampir pasti (PH) =
85%
- Peringkat risiko
Peringkat
risiko dihitung dengan menggunakan tabel sebagai berikut :
Tabel III-2 : Perhitungan peringkat ris
a. Low (RL) = 0,25% -
4,25%
b. Medium (RM) = 5% - 15%
c. Significant (RS) = 20% - 42,5%
d.
High (RH) = 45% - 85%
Maka
untuk risiko yang telah diidentifikasi di atas dibuat perhitungan probabilitas
dan dampak yang dapat terjadi. Hasilnya dapat dibuat tabel berdasarkan dampak
dan probabilitasnya.
NO
|
RISIKO
|
PENYEBAB
|
PROBABILITAS
|
DAMPAK
|
RANGKING
|
A
1
2
3
B
1
2
|
Pra Desain Geometrik Jalan
Keresahan
thd kondisi jalan eksisting
Rawan
kecelakaan lalu lintas tinggi
Gangguan
lalu lintas
Dll…..
Pasca Konstruksi sesuai Desain
Geometrik Jalan
Berubahnya
bentang alam
Rawan
kecelakaan lebih rendah
Dll….
|
Rawan
kecelakaan
Kondisi
jalan eksisting tidak sesuai dengan standart geometrik
Lebar
jalan pada tikungan belum memenuhi standart
Pekerjaan
Cut and Fill dan pelebaran route jalan
Laju
kendaraan meningkat
|
akan
dianalisa
akan
dianalisa
akan
dianalisa
akan
dianalisa
akan
dianalisa
|
akan dianalisa
akan dianalisa
akan dianalisa
akan
dianalisa
akan dianalisa
|
akan
dianalisa
Akan dianalisa
akan
dianalisa
akan
dianalisa
akan
dianalisa
|
Tabel III-3 Penetapan
rangking
III.2.4.3
Alternatif Kebijakan Respon
Dalam
mengantisipasi risiko yang telah diidentifikasi, maka alternatif respon yang bisa dilakukan
dalam analisis risiko perencanaan geometrik jalan antara lain :
a. Perencanaan geometrik
dengan merubah jalan eksisting (S1).
b. Perencanaan geometrik dengan menggunakan jalan
eksisting (S2).
c. Perencanaan geometrik dengan menggunakan area
baru belum ada jalan eksisting. (S3).
d. Bentuk geometrik jalan dengan menggunakan
radius (R), kecepatan (V) dan superelevasi (e) sesuai kapasitas lalulintas
(L1).
e. Bentuk geometrik jalan dengan menggunakan
radius (R), kecepatan (V) dan superelevasi (e) sesuai kapasitas lalulintas tetapi
diturunkan niklai kecepatan agar relative lebih aman(L2).
f. Bentuk geometrik jalan memanjang disesuaikan dengan
standart kelandaian dan jarak pandang (L3)
Alternatif kebijakan
respon tersebut dapat dituangkan dalam bentuk tabel sebagaimana digambarkan
berikut :
NO
|
PENYEBAB RISIKO
|
RESPON
|
PENANGANAN RISIKO
|
PENANGGUNG JAWAB
|
1.
|
Rawan
kecelakaan (pengguna jalan)
|
· Kode
respon
|
Akan dianalisa
|
Disesuaikan
struktur organisasi
|
2.
|
Kondisi
jalan eksisting tidak sesuai standart geometrik
|
· Kode respon
|
Akan dianalisa
|
Disesuaikan
struktur organisasi
|
3.
|
Lebar
jalan dan tikungan belus sesuai standart
|
· Kode
respon
|
Akan dianalisa
|
Disesuaikan
struktur organisasi
|
4.
|
Pelebaran
tikungan dan pekerjaan cut & fill
|
· Kode
respon
|
Akan dianalisa
|
Disesuaikan
struktur organisasi
|
5.
|
Kecepatan
kendaraan meningkat
|
· Kode
respon
|
Akan dianalisa
|
Disesuaikan
struktur organisasi
|
Tabel III-4 Penanganan
risiko
III.2.4.4 Penanganan Risiko
Setelah tahap analisis kebijakan respon, maka
dilakukan penyusunan rencana penanganan risiko yang sesuai beserta penanggung
jawabnya masing-masing.
III.2.4.5
Analisa AHP Stakeholder
Analisa Analytical Hierarchy Process (AHP) dilakukan
untuk mendapatkan peringkat keputusan yang akan diambil dalam menetapkan bentuk
geometrik dilokasi KPML oleh stakeholder berdasarkan beberapa variabel, antara
lain : biaya, kecelakaan lalulintas, berubahnya bentang alam, dll berdasarkan
desain detail masterplan KPML yang akan digunakan dalam perencanaan geometrik
jalan.
III.2.5 Survey
Geometrik Tahap II
Survey tahap II meliputi pengukuran route geometrik
dengan menggunakan peralatan ukur total station, waterpass, prisma, dan
peralatan pendukung lainnya sesuai dengan hasil data peta digital topografi
yang sudah dilakukan sebelumnya. Pengukuran geometrik jalan ini dimaksudkan
untuk mendapatkan variabel-variabel yang lebih detail dari geometrik jalan,
setelah dilakukan identifikasi, analisa penanganan risiko dan analisa AHP.
Sebagai data tambahan /data skunder adalah data detail masterplan KPML.
Pengukuran ini hampir sama dengan pengukran pendahuluan dan topografi, akan
tetapi dilaksanakan lebih detail untuk mendapatkan data-data eksisting untuk
acuan desain geometrik jalan yang meliputi data Long/cross section pada lokasi
tikungan dan kelandaian yang akan direncanakan sesuai dengan standart
geometrik.
III.2.6 Tahap
Perencanaan dan Penggambaran
Dari konsep geometrik dan
indentifikasi, analisa, penanganan risiko, analisa AHP, dan Survey tahap II,
selanjutnya dilakukan perencanaan geometrik jalan KPML. Perhitungan geometrik
berdasarkan hasil pengukuran route tahap II yang terdiri dari data-data
koordinat PI, long dan cross section, detail/situasi pada lokasi yang akan
direncanakan.
Gambar III-5 Layout Geometrik
Perhitungan dan analisa
data mengacu pada bentuk geometrik tikungan yang sudah ditetapkan berdasarkan
analisa risiko yang sudah ditetapkan, terdiri dari :
1.
Penggunaan bentuk geometrik Full Circle (FC)
Perhitungan meliputi,
Panjang tangen (Jarak dari titik TC ke PI atau PI ke CT), Panjang busur
lingkaran (Lc) dan Jarak luar dari PI ke busur lingkaran. Gambar dan formulasi
seperti yang sudah dijelaskan dalam point tinjauan pustaka bab II. Bentuk pencapaian
superelevasi Full Circle sbb :
Diagram Superelevasi Full Circle (FC) |
Gambar III-6 Metoda pencapaian superelevasi tikungan FC
2.
Penggunaan bentuk geometrik lengkung peralihan S-S
Perhitungan ini meliputi
dua spiral TS ke PI dan PI ke ST, perhitungan variabel terdiri dari : Panjang
busur lingkaran adalah 2 kali panjang lengkung peralihan (Lc total = 2 LS),
formulasi sesuai yang dijelaskan dalam bab II.
Diagram Superelevasi Spiral-Spiral (SS) |
Gambar III-7 Metoda pencapaian superelevasi tikungan SS
3.
Penggunaan bentuk geometrik lengkung peralihan gabungan FC dan S-S,
yaitu Spiral Circle Spiral (S-C-S), perhitungan variabel terdiri dari : Panjang
tangen dari titik TS ke PI atau PI ke ST (Ts), Jarak dari PI ke busur lingkaran
(Es), Panjang busur
lingkaran (panjang dari titik SC ke CS), jadi untuk pangang lengkung total Ltotal
adalah Lc + 2 Ls. Formulasi dan gambar detail dijelaskan pada bab II.
Gambar III-8 Metoda pencapaian superelevasi tikungan S-C-S
Gambar perencanaan
geometrik terdiri dari :
1.
Layout dilengkapi dengan station dengan jarak per 25 m dan dibawah 25
meter jita terdapat tikungan-tikungan tajam atau detail khusus.
2.
Koordinat Point of Intersection (PI)
3.
Station titik tangen TC-CT, TS-ST
4.
Sudut horizontal dan jarak PI ke busur lingkaran
5.
Garis contour dan elevasi
6.
Potongan memanjang (long section) yang terdiri dari jarak dan elevasi
7.
Diagram superelevasi Full Circle (FC), Spiral-Spiral (S-S),
Spiral-Circle-Spiral (S-C-S)
8.
Legend data geometrik
Hasil penggambaran dari
analisa dan perhitungan sesuai dengan perencanaan geometrik yang melalui
beberapa tahap seperti diuraiakan diatas selanjutnya akan dilaksanakan
pekerjaan pelaksanaan kostruksi.
III.2.7 Pelaksanaan
Konstruksi
Pelaksanaan konstruksi akan
kerjakan setelah perencanaan geometrik jalan sesuai dengan standrat yang
telah ditetapkan dan dituangkan dalam gambar perencanaan secara menyeluruh dan
disyahkan oleh pejabat yang berwenang dalam perencanaan geometrik jalan.
Pada pelaksanaan kosntruksi
harus diikuti oleh tim survey dengan penerapan bentuk geometrik sesuai dengan
desain yang telah ditetapkan berdasarkan analisa risiko terhadap perhitungan dan pemilihan bentuk geometrik.
III.3 Ketersediaan Data,
Peralatan dan Software
Ketersediaan data yang dipergunakan penyusunan makalah
ini adalah :
1.
Laporan Akhir
Pembuatan Peta Digital Topografi.
2.
Data Perencanaan
dan Pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan Infrastruktur Jalan.
3.
Data konsep
rencana jaringan jalan berdasarkan Visioneering Master plan.
4.
Data jaringan
jalan berdasarkan Detail Master plan
5.
Data gambar peta
topografi
6.
Data gambar peta
digital satelit dan foto udara
7.
Data jaringan
jalan Propinsi dan Kabupaten Dinas PU Binamarga
Peralatan yang tersedia adalah :
1.
Alat Survey Total
Station TOPCON ES-105
2.
Alat Survey
Automatic Level TOPCON ATB-3
3.
Prisma Poligon
& Prisma Single
4.
Pole Stick Prisma
5.
Tripot Alumunium
Software yang akan dipergunakan adalah :
1.
AutoCad R-14
2.
AutoCad Civil 3D
Matric
III.3 Rencana Jadwal Waktu
Pelaksanaan
Jadwal pelaksanaan dalam penyusunan Tesis adalah sbb:
Tabel III-8 Rencana
jadwal waktu pekerjaan
REFERENSI
1.
Shirley L
Hendarsin, Perencanaan Teknik Jalan Raya, Bandung 2000
2.
Indonesian
Highway Capacity Manual (IHCM), Directorate General Bina Marga, Directorate of
Urban Road Development (BINKOT), 1997
3. Asiyanto, Metode
Konstruksi Proyek Jalan, Jakarta 2008
4.
Joko Untung
Soedarsono, Konstruksi Jalan Raya, 1993
5.
Leksmono S.
Putranto, Ph.D, Rekayasa Lalu-Lintas Edisi 2, 2013
6.
Wulfram I.
Ervianto, Manajemen Proyek Konstruksi
7.
Budi Santosa,
Manajemen Proyek, Konsep & Implementasi, 2008
8.
Ir. Asiyanto,
MBA, IPM, Manajemen Risiko untuk Kontraktor 2008
9. Silvia Sukirman, Dasar-dasar Perencaaan Geometrik Jalan 1999
10. Ir. Hamirhan Saodang MSCE, Konstruksi dan Geometrik Jalan raya 2004
11. AASTHO, A Policy on Geometric Designof Highways and Streets 2001
11. AASTHO, A Policy on Geometric Designof Highways and Streets 2001